Peningkatan infrastruktur dan promosi destinasi yang kurang dikenal adalah beberapa langkah yang diambil oleh para pelaku perjalanan dan pariwisata Indonesia untuk mengatasi keramaian di hotspot seperti Bali.
Di dalam Bali sendiri, penyebaran wisatawan tidak merata, dengan konsentrasi kuat di Bali Selatan, yang mencakup Kuta, Seminyak, Legian, Jimbaran, Benoa, Nusa Dua, Uluwatu, dan Pecatu.
Wayan Suena, direktur utama Indonesia Impression, mencatat bahwa hotel di Bali Selatan biasanya penuh, sementara hotel di utara, timur, dan barat mengalami permintaan rendah. Dia percaya bahwa permintaan dapat disebar ke daerah lain di Bali dengan meningkatkan akses.
Untuk menyebarkan wisatawan ke bagian lain Bali, Dinas Pariwisata Bali sedang meningkatkan perangkat keras dan infrastruktur pariwisata. “Kami sedang memperbaiki Pura Besakih; membangun taman hiburan internasional bersama Paramount Pictures di Jembrana, Bali Barat; menyelesaikan akses jalan pintas Singaraja-Denpasar; dan melanjutkan pembangunan jalan tol di Bali Barat,” rinci Tjok Bagus Pemayun, kepala Dinas Pariwisata Bali.
Wayan mengatakan bahwa pengembangan akses jalan pintas Singaraja-Denpasar telah memberikan hasil positif – lebih banyak pengunjung mengambil tur satu hari ke air terjun Sekumpul dan area Lovina di Singaraja.
“Lebih banyak agen juga menjual tur satu hari untuk melihat lumba-lumba di Lovina,” tambahnya.
Di luar Bali, Wita Tour mempromosikan jadwal perjalanan seperti Bangka-Belitung, dan akan membuat tur ke Komodo, Sumba, dan tempat-tempat di Sumatera.
Menanggapi masalah overtourism, Dwi Nugraha, manajer produk dunia, Pacto DMC, mengatakan bahwa area seperti Canggu dan Ubud di Bali sering macet karena manajemen lalu lintas yang tidak tepat, bukan overtourism.
“Penting untuk menilai dengan hati-hati setiap area dan alasan di balik tingginya jumlah wisatawan sebelum melabeli masalah ini sebagai overtourism,” peringat Dwi.
Sementara itu, dia berharap perbaikan jalan akan menghubungkan semua wilayah Bali sehingga wisatawan dapat dengan mudah mengakses area seperti Pemuteran, Amed, dan Munduk, sehingga mengurangi beban keramaian di Bali Selatan.
David Putrawan, manajer penjualan dan pemasaran Wita Tour, berpendapat bahwa peningkatan infrastruktur bisa menjadi pedang bermata dua. Dengan akses yang lebih mudah, lebih banyak orang akan mengunjungi suatu destinasi dan menimbulkan potensi overtourism.