Pembangunan kembali bangunan bekas Kantor Pemerintahan Belanda dan Rumah Sakit masa kolonial Belanda di Kabupaten Maros diduga melanggar peraturan terkait cagar budaya dan kepariwisataan di Indonesia.
Pelanggaran ini mencakup dua undang-undang, yaitu UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Pasal 81 dalam UU Cagar Budaya membahas tentang pengrusakan situs budaya, sedangkan Pasal 27 dalam UU Kepariwisataan melarang perubahan bentuk dan fungsi situs sejarah.
Dugaan pelanggaran ini disandarkan kepada CV. Fajar Putra Perkasa, pelaksana proyek yang bertanggung jawab atas pembangunan sekretariat badan pengolahan geopark Maros. Proyek ini menggunakan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp1,4 Miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2023 yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang, Perhubungan, dan Pertanahan Kabupaten Maros.
Informasi terkait pelanggaran ini mencuat melalui unggahan di akun Instagram @aliansipedulibudaya. Postingan tersebut mengungkapkan informasi sejarah terkait bangunan di Jalan Sultan Hasanuddin, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros.
Status Cagar Budaya bangunan tersebut didasarkan pada Surat Keputusan (SK) Bupati Maros yang menetapkan bangunan dan kawasan bersejarah sebagai Situs Benda Cagar Budaya yang Dilindungi di Kabupaten Maros. Hal ini juga diperkuat dengan Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 2021 tentang Pelestarian Situs dan Benda Cagar Budaya di Kabupaten Maros.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Maros, Iptu Slamet, menyatakan bahwa pihaknya sedang menyelidiki dugaan pelanggaran hukum terkait pengrusakan situs cagar budaya. “Saya baru mendengar, kami akan mempelajarinya terlebih dahulu,” ujarnya melalui pesan instan WhatsApp pada Jumat, 29 September 2023.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Tata Ruang, Perhubungan, dan Pertanahan Kabupaten Maros, Muetazim, belum memberikan tanggapan terkait konfirmasi yang disampaikan melalui pesan instan WhatsApp. (*)